Mengenal Pegatwakan Rangkaian Akhir Galungan menurut Hindu Bali



Denpasar

Hari ini Rabu 13 Juli 2022 atau Buda Kliwon Pahang disebut pula dengan Buda Kliwon Pegatwakan atau Pegat Warah. Hari ini merupakan rangkaian akhir dari Galungan dan Kuningan bagi umat Hindu di Bali.

Menurut Ni Made Sri Arwati dalam buku Hari Raya Galungan (1997), secara etimologi pegatwakan atau pegat warah berasal dari kata pegat dan wakan atau warah. Pegat artinya putus, dan wakan atau warah berarti bicara.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka Pegatwakan atau Pegat Warah bermakna berakhirnya seluruh rangkaian upacara Galungan. Dengan selesainya seluruh rangkaian Galungan, maka hari ini selesai pula memusatkan renungan untuk mengekang pikiran, tetapi tetap membatinkan renungan suci dan meningkatkan kesadaran diri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Saat Pegatwakan, semua perlengkapan dan sarana-sarana upakara diambil kembali. Lamak, gantung-gantungan, ceniga, tamiang, dan lainnya dikumpulkan kembali.

Tak hanya itu, ciri khas saat pegatwakan adalah pencabutan penjor Galungan yang telah dipasang di depan rumah sejak Selasa atau Anggara Wage Dunggulan, 7 Juni 2022 lalu.

Setelah dicabut, penjor terseut kemudian dibersihkan dan dibakar. Beberapa warga biasanya memasukkan abunya ke sebuah kelapa gading yang muda (bungkak nyuh gading) untuk kemudian ditanam di tengah-tengah halaman rumah (natah). Hal itu diyakini sebagai symbol kekuatan hidup atau pikukuh jiwa urip.

Untuk diketahui, Pegatwakan hari ini bertepatan pula dengan Purnama Kasa. Dilansir dari laman Pemkab Buleleng, umat Hindu di Bali umumnya sangat meyakini rasa kesucian yang tinggi pada hari Purnama sehingga disebutkan dengan dewasa ayu. Oleh karena itu, setiap datangnya hari-hari suci yang bertepatan dengan hari Purnama maka pelaksanaan upacaranya disebut nadi.

Di dalam Lontar “Purwana Tattwa Wariga” diungkapkan antara lain disebutkan: “Risada Kala patemon Sang Hyang Gumawang Kelawan Sang Hyang Maceling, mijil ikang prewatekening Dewata muang apsari, saking swargo loko, purna masa ngaran“.

Artinya: Sang Hyang Siwa Nirmala (Sang Hyang Gumawang) yang beryoga pada hari purnama, menganugrahkan kesucian dan kerahayuan (Sang Hyang Maceling) terhadap seisi alam dan Hyang Siwa dan mengutus para Dewa beserta para Apsari turun ke dunia untuk menyaksikan persembahan umat manusia khusunya umat Hindu kehadapan Sang Hyang Siwa.

Simak Video “Sambut Hari Raya Nyepi, Masyarakat Bali Gelar Pawai Ogoh-ogoh”
[Gambas:Video 20detik]

(iws/iws)

Scroll to Top