Makna Hakiki Puasa adalah Menahan Hawa Nafsu Bagaimana Penjelasannya



Jakarta

Kedudukan puasa dapat dilihat dari posisinya yang termasuk dalam salah satu lima rukun Islam. Selain itu, puasa merupakan ibadah khusus yang terjalin antara seorang hamba dan Tuhannya secara langsung. Lantas apa sebenarnya makna puasa itu sendiri?

Arti puasa secara bahasa disebutkan dalam buku Fikih Ibadah oleh Hasan Ayub, yakni menahan diri dan menjauhi sesuatu secara mutlak. Menurut istilah syariat, puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang bisa membatalkan puasa sejak terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari, berniat berpuasa dengan catatan yang bersangkutan layak berpuasa.

Mengutip buku Dahsyatnya Puasa Sunah oleh Amirulloh Syarbini & Iis Nur’aeni Afgandi, puasa ada banyak macamnya, seperti puasa wajib, sunnah, makruh, maupun haram. Demikian puasa fardhu yakni di bulan Ramadhan, dan Allah SWT syariatkan dalam kalam-Nya pada Surat Al-Baqarah ayat 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Arab Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba ‘alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba ‘alallażīna ming qablikum la’allakum tattaqụn

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Makna Batiniyah Puasa dalam Islam

Masih dari buku Dahsyatnya Puasa Sunah, dijelaskan bahwa ttitik berat puasa bukan hanya terletak pada menahan makan atau minum, tetapi juga menahan diri dari perkataan kotor serta hawa nafsu lainnya yang dapat merusak hubungan antar manusia dan tuhannya.

Untuk itu, makna sesungguhnya dari puasa disebutkan dalam buku Rahasia Puasa dan Zakat atau Asrar Ash-Shaum wa Asrar az-Zakat oleh Imam Abu Hamid Al-Ghazali:

Menundukkan pandangan mata serta membatasinya, sehingga tak terjerumus kepada dosa atau maksiat yang dapat menjauhkan diri dari Allah. Melainkan sebaliknya, dijaganya mata agar bisa terus mengingat Allah.

Menjaga lidah dari perkataan yang sia-sia, misal kebohongan, celaan, pergunjingan, fitnah, dan semacamnya yang mampu melukai perasaan orang lain, menimbulkan perpecahan atau perdebatan.

Maka dari itu hendaknya seseorang menyibukkan lisannya dengan berdoa, dzikir, serta membaca Al-Qur’an, dan memilih diam atau mengacuhkan ucapan tercela dari orang lain.

Menahan pendengaran dari hal-hal yang dibenci oleh agama, lantaran apa yang haram diucapkan, maka haram pula untuk didengar.

Mencegah semua anggota badan dari perbuatan melanggar nan haram. Tak hanya mata, lisan, serta telinga, tapi bagian tubuh lainnya seperti tangan dan kaki juga mesti dijaga dari perkara yang buruk.

Begitu pula dengan bagian perut, hendaknya dicegah dari memakan hidangan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Karena sejatinya, makanan haram memiliki banyak mudarat bagi manusia itu sendiri.

Mencukupkan diri ketika berbuka puasa dengan makanan yang halal dan tak berlebihan. Tidak melahap hidangan hingga kekenyangan, sebab Allah tidak menyukai hamba yang perutnya dipenuhi dengan makanan.

Nafsu yang berlebih ketika menyantap hidangan itu berasal dari godaan setan, untuk itu meski telah berbuka dari puasa, manusia hendaklah tetap menahan dan menjaga dirinya.

Simak Video “Astronaut Arab Klaim Tak Wajib Puasa Ramadhan Saat di Luar Angkasa”
[Gambas:Video 20detik]

(erd/erd)

Scroll to Top