Tumpek Landep Menurut Hindu di Bali Makna dan Perkembangannya



Bali

Umat Hindu di Bali kembali merayakan rahina Tumpek Landep hari ini, Sabtu (5/11/2022). Tumpek Landep dirayakan setiap enam bulan (210 hari) sekali berdasarkan sistem penanggalan Bali, tepatnya pada saniscara kliwon (Sabtu Kliwon) wuku landep.

Pelaksanaan Tumpek Landep di Bali seiring waktu berkembang. Semula, sebagaimana arti kata ‘landep’ atau tajam, hari ini merupakan momen untuk menyucikan benda-benda tajam dan berujung lancip atau lanying yang umumnya terbuat dari bahan logam.

Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Tabanan, I Wayan Tontra, menjelaskan Tumpek Landep menjadi momen pemujaan terhadap Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Siwa Pasupati. Menurutnya, Sang Hyang Siwa Pasupati merupakan simbol kecerdasan dan kecermatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Di saat Tumpek Landep, umat Hindu di Bali memohon anugerah ketajaman dan kecermatan berpikir sebagai sarana untuk menjalani kehidupan sehari-hari sehingga bisa menjadi manusia yang berdaya guna dan berhasil guna,” jelas Tontra, Jumat (4/11/2022)

Kecerdasan dan kecermatan dalam berpikir ini, lanjut Tontra, sangat diperlukan agar manusia bisa mawiweka atau memiliki wiweka atau kemampuan untuk menimbang benar dan salah atau baik dan buruk.

Umumnya benda-benda yang diupacarai saat Tumpek Landep berbahan dasar logam dan masuk katagori alat persenjataan tradisional seperti keris, tombak, pedang, pisau, dan lainnya. Dalam tradisi masyarakat agraris, Tumpek Landep menjadi hari yang baik untuk mengupacarai berbagai alat pertanian.

Belakangan, berbagai perangkat produk teknologi yang berunsurkan logam pun turut diupacarai saat Tumpek Landep. Mulai dari motor, mobil, televisi, komputer, dan sebagainya.

Produk-produk teknologi tersebut diupacarai karena dianggap telah membantu memudahkan aktivitas kehidupan manusia. Hal itu menjadikan Tumpek Landep sarat simbol sebagaimana hari suci umat Hindu di Bali lainnya.

“Benda-benda atau peralatan yang bisa membantu manusia untuk mencapai tujuannya, seperti pisau untuk majejahitan atau membuat banten, keris, begitu juga dengan mobil yang ada di zaman modern seperti sekarang dipercikkan tirta,” imbuhnya.

Dengan demikian, pelaksanaan Tumpek Landep bukan berarti untuk menyembah logam atau besi. Upacara terhadap berbagai senjata maupun produk teknologi itu bertujuan untuk memohon tuah agar keberadaannya berguna bagi kehidupan sehari-hari manusia.

I Gusti Ngurah Puger dalam tulisannya yang dimuat di Daiwi Widya Jurnal Pendidikan (Vol. 09 No. 1 Edisi Juni 2022) menjelaskan, upakara paling inti saat Tumpek Landep adalah banten Sesayut Jayeng Perang. Banten ini juga dikenal dengan nama Sesayut Pasupati.

Menurut Puger, kata sesayut berasal dari kata ‘Ayu’ yang artinya selamat dan ‘Jayeng Perang’ artinya menang dalam peperangan. Perang atau yang dimusuhi dalam hal ini adalah persoalan hidup.

Dalam tataran filosofis, esensi Tumpek Landep disinggung dalam lontar Sundarigama: ‘Tumpek landep pinaka landeping idep.’ Artinya, Tumpek Landep pada hakikatnya bertujuan untuk mengasah ketajaman pikiran (landeping idep).

Dengan pikiran yang tajam itulah diharapkan semua peralatan atau teknologi tersebut dapat menjadi produktif, tepat guna, dan bermanfaat bagi kehidupan.

Simak Video “Bisnis Bareng Rumahan ala Gadis Asal Lombok Raup Cuan Ratusan Juta”
[Gambas:Video 20detik]

(iws/hsa)

Scroll to Top