Kisah Toleransi dari Candi Cangkuang Garut Umat Hindu dan Islam Berdoa Berdampingan



Candi Cangkuang Garut. ©2022 Instagram Candi Cangkuang/ Merdeka.com

Merdeka.com – Candi Cangkuang di Kampung Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat menyimpan pesan toleransi yang bisa diteladani. Kondisi ini bisa dilihat dari sosok leluhur setempat, sekaligus penyebar agama Islam di sana bernama Panembahan Senopati Arief Muhammad.

Arief Muhammad merupakan panglima perang Kerajaan Mataram, yang diutus oleh Sultan Agung untuk mengusir VOC di Batavia. Dalam misi itu, ia kemudian singgah di wilayah Kampung Pulo untuk mengenalkan Islam ke masyarakatnya yang masih menganut Agama Hindu.

Menariknya, Arief mengenalkan ajaran Islam dengan tetap menghormati warga di sana yang sedang melakukan ibadah di Candi Cangkuang yang sudah ada jauh sebelum kedatangan Arief Muhammad.

Hingga saat ini, pesan toleransi masih terus dirawat oleh seluruh unsur di sana. Berikut informasi selengkapnya.

Penyebaran Islam Dilakukan Perlahan

Candi Cangkuang Garut ©2022 Instagram Candi Cangkuang/ Merdeka.com

Menurut Umar selaku tokoh Kampung Pulo, penyebaran Agama Islam oleh Arief Muhammad sendiri dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi adat dan kebiasaan masyarakat di setempat.

Umar menambahkan, Arief Muhammad sangat anti dengan kekerasan, sehingga proses pengenalannya pun dilakukan secara perlahan, bertahap dan beriringan dengan tradisi lokal setempat.

“Waktu Abad ke-17, Panembahan Senopati Arief Muhammad ini menyebarkan Agama Islam dengan tanpa paksaan, jadi yang Hindu bisa masuk ke muslim (tidak secara brutal)” kata Umar, mengutip YouTube Singgasana Kita, Senin (28/11)

Terbiasa Berdoa Berdampingan hingga Sekarang

Menurut Umar, Panembahan Senopati Arief Muhammad sendiri dimakamkan di samping Candi Cangkuang. Hal ini yang kemudian pesan toleransi masih terus berlangsung hingga saat ini.

Dilanjutkan Umar, warga Hindu masih sering melakukan doa di Candi Cangkuang. Hal yang sama juga dilakukan oleh warga Muslim yang juga kerap berziarah ke makan Arief Muhammad.

Menariknya, di waktu-waktu tertentu kedua umat beragama ini bisa saling bertemu dan beribadah bersama.

“Sampai sekarang yang Hindu masih berdoa di Candi Cangkuang, yang Muslimnya berziarah di makam Arief Muhammad di sampingnya. Dan ini adalah satu kebersamaan yang indah” kata Umar lagi.

Warga Muslim Tak Boleh Berziarah di Hari Tertentu

Selain itu, masyarakat juga masih memercayai adanya imbauan turun temurun tentang adanya larangan berziarah di hari Selasa dan Rabu malam.

Menurut Umar, pantangan ini sebenarnya adalah bentuk penghormatan Arief Muhammad di masa lampau terhadap warga Hindu, karena di dua hari itu merupakan momen terbaik bagi umat Hindu untuk menyembah Dewa Shiwa.

“Ada pantangan juga, kalau tidak diperbolehkan untuk menyebarkan agama di hari Selasa dan Rabu. Ini berkenaan dengan adanya hari baik bagi umat Hindu untuk menyembah Dewa Shiwa” lanjut Umar, mengutip Liputan6

Kemudian, ada kepercayaan juga bahwa masyarakat tidak boleh memelihara binatang berkaki empat seperti sapi, karena hewan itu dianggap suci oleh penganut Hindu.

Semasa hidup, Arief Muhammad merupakan sosok yang disegani oleh masyarakat sekitar. Sebabnya ia tidak membeda-bedakan sesama, dan mengajak umat Islam untuk menghormati pemeluk Hindu saat itu.

[nrd]

Scroll to Top