Bolehkah Sahur Puasa Sunnah Setelah Azan Subuh



Jakarta – Anjuran sahur bagi yang hendak berpuasa sudah ditekankan oleh Rasulullah SAW melalui haditsnya. Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ أَرَادَ أَنْ يَصُومَ فَلْيَتَسَحَّرْ بِشَىْءٍ

Artinya: “Barangsiapa ingin berpuasa, maka hendaklah dia bersahur,” (HR Ahmad).

Bahkan, Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk sahur meski sekadar seteguk air saja. Mendukung hal itu, ulama besar muslim Imam An Nawawi RA pernah berkata, makan sahur akan membantu orang yang berpuasa agar lebih kuat dalam menjalankannya.

Meski demikian, ada kalanya suatu kondisi di mana muslim terlambat bangun sahur sebelum berpuasa sunnah. Lalu, bolehkah sahur puasa sunnah setelah azan Subuh berkumandang?

Sahur Setelah Azan Subuh

Perkara ini dapat dijawab melalui makna dari kata sahur sendiri. Menurut buku Bekal Ramadhan dan Idhul Fitri 2 Niat dan Imsak oleh Saiyid Mahadir, Lc., MA, sahur adalah istilah untuk menyebut makanan dan minuman yang dimakan pada waktu sahar.

Waktu sahar merujuk pada waktu sebelum subuh, bisa juga rentangnya dimulai dari sepertiga malam akhir hingga menjelang subuh. Artinya jika ada makanan yang dimakan pada waktu sebelum Magrib atau persis setelah Isya, itu disebut dengan makan malam biasa.

Dengan kata lain pula, sahur menjadi tidak bisa dilakukan setelah azan Subuh berkumandang. Menurut Prof Dr Wahbah Az Zuhaili dalam Terjemah Fiqhul Islam wa Adillathuhu Juz 3, waktu puasa sendiri dimulai dari sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari sesuai dengan surah Al Baqarah ayat 187,

وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ

Artinya: “… Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam …”

Kata benang pada ayat di atas bermakna terangnya siang dari gelapnya malam yang terwujud dengan terbitnya fajar. Rasulullah SAW juga bersabda,

إنَّ بِلالاً يُؤَذِّن بِلَيلٍ، فَكُلُوا واشرَبُوا حتَّى تَسمَعُوا أَذَان ابنِ أُمِّ مَكتُوم

Artinya: “Sesungguhnya Bilal mengumandangkan azan pada malam hari. Silakan kalian (terus) makan dan minum sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan azan,” (HR Muttafaq’alaih).

Ibnu Abdil Barr menafsirkan hadits di atas sebagai tanda bahwa makan sahur hanya boleh dilakukan sebelum terbit fajar. Namun, dalam hadits riwayat Abu Daud dijelaskan, melanjutkan makan sahur saat terdengar suara azan masih diperbolehkan.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian mendengar azan sedangkan sendok terakhir masih ada di tangannya, maka janganlah dia meletakkan sendok tersebut hingga dia menunaikan hajatnya hingga selesai.” (HR Abu Daud).

Lebih lanjut, Imam Ibn Hazm dalam Kitab Al Muhalla menjelaskan ada tiga riwayat yang memperbolehkan muslim untuk melanjutkan sahur jika masih terdapat keraguan.

1. Apabila terdapat keraguan maka hendaknya melanjutkan makan hingga yakin masuk waktu subuh. Keterangan ini dinukil dari jalur Al Hasan, ‘Umar bin Al Khottob mengatakan, “Jika dua orang ragu-ragu mengenai masuknya waktu Subuh, maka makanlah hingga kalian yakin waktu Subuh telah masuk.”

2. Diperbolehkan untuk minum pada waktu fajar jika masih ada keraguan. Hal ini disandarkan dari jalur Ibnu Juraij, dari ‘Atho’ bin Abi Robbah, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Allah masih membolehkan untuk minum pada waktu fajar yang engkau masih ragu-ragu.”

3. Jika terdapat dua pendapat dan menimbulkan keraguan maka diperbolehkan melanjutkan sahur. Dari Waki’, dari ‘Amaroh bin Zadzan, dari Makhul Al Azdi, ia berkata, “Aku melihat Ibnu ‘Umar mengambil satu timba berisi air zamzam, lalu beliau bertanya pada dua orang, “Apakah sudah terbit fajar Subuh?”

Salah satunya menjawab, “Sudah terbit.” Yang lainnya menjawab, “Belum.” (Karena terbit fajarnya masih diragukan), akhirnya beliau tetap meminum air zam-zam tersebut.”

Simak Video “Massa Aksi Bela Al-Qur’an Ancam Demo Tiap Jumat, Jika…”
[Gambas:Video 20detik]

(rah/erd)



Scroll to Top