Batas Ganti Puasa Ramadhan



Makassar

Batas ganti atau qadha puasa Ramadhan perlu diketahui bagi setiap muslim yang memiliki utang puasa Ramadhan di tahun sebelumnya. Lantas, sampai kapan batas ganti puasa Ramadhan?

Seperti diketahui, umat muslim dalam waktu dekat akan melaksanakan puasa Ramadhan 1444 H. Berdasarkan kalender Hijriah Kementerian Agama (Kemenag) RI, puasa Ramadhan tahun 2023 akan dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2023.

Dikutip dari laman resmi Kemenag Bali, ada dua pendapat ulama terkait batas ganti puasa Ramadhan. Kedua pendapat tersebut dijelaskan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah. Berikut ini penjelasannya:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

1. Batas Ganti Puasa Ramadhan menurut Ulama Mazhab Syafiiyah dan Hanbali

Pendapat pertama dijelaskan oleh ulama Syafiiyah dan ulama Hanabilah. Pendapat ini menjelaskan batas ganti puasa Ramadhan adalah hingga datang puasa Ramadhan berikutnya.

2. Batas Ganti Puasa Ramadhan menurut Ulama Mazhab Hanafi

Kemudian pendapat yang berbeda dijelaskan Ulama Hanafiyah. Pendapat kedua ini menerangkan bahwa tidak ada batas akhir qadha puasa Ramadhan. Qadha puasa Ramadhan boleh dilakukan kapan saja, baik setelah tahun puasa Ramadhan yang ditinggalkan atau tahun-tahun berikutnya.

Hukum Menunda-nunda Qadha Puasa Ramadhan

Meskipun ulama Mazhab Hanafi menyebut tidak ada batas ganti puasa Ramadhan sehingga bisa dilakukan kapan saja, sebaiknya utang puasa ini segera diganti.

Dikutip dari laman NU Online, orang yang mampu namun menunda-nunda qadha puasa Ramadhan sampai datang Ramadhan berikutnya, maka ia berdosa dan wajib membayar fidyah. Adapun fidyah yang harus dibayarkan yaitu satu mud makanan pokok untuk per hari puasa yang ditinggalkan.

Bahkan, menurut pendapat al-Ashah, jika ada orang yang mampu tapi terus menunda qadha puasa Ramadhan sampai datang Ramadhan berikutnya, maka fidyah yang harus dibayarkan berlipat ganda dengan berlalunya putaran tahun.

Sebagai contoh, jika seseorang mempunyai tanggungan qadha puasa sehari di tahun 2021, namun tidak kunjung mengqadha sampai masuk Ramadhan tahun 2022, maka dengan berlalunya dua tahun putaran Ramadhan, kewajiban fidyah berlipat ganda menjadi dua mud.

Akan tetapi, apabila seseorang memiliki uzur sakit atau perjalanan (safar) berlanjut hingga memasuki Ramadhan berikutnya sehingga tidak memungkinkan mengqadha puasa Ramadhan, maka dia tidak dibebankan kewajiban fidyah, melainkan hanya diwajibkan meng-qadha puasa.

Niat Qadha Puasa Ramadhan

Adapun niat qadha Puasa Ramadhan, yaitu:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhā’I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta’âlâ.

Artinya:

“Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.”

Niat Fidyah Puasa Ramadhan

Adapun niat fidyah karena terlambat mengqadha puasa Ramadhan, yaitu:

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ تَأْخِيْرِ قَضَاءِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu an ukhrija hâdzihil fidyata ‘an ta’khîri qadhâ’i shaumi ramadhâna fardhan lillâhi ta’âlâ

Artinya:

“Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan keterlambatan mengqadha puasa Ramadhan, fardhu karena Allah”.

Ketentuan Pelaksanaan Qadha Puasa Ramadhan

Ketentuan mengenai qadha puasa Ramadhan dijelaskan dalam Al-Baqarah ayat 184. Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa qadha puasa Ramadhan wajib dilaksanakan sebanyak hari yang telah ditinggalkan dan tidak ada ketentuan lain mengenai tata cara qadha selain dalam ayat tersebut.

Terkait ketentuan qadha puasa dilakukan secara berurutan atau tidak, ada dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa jika hari puasa yang di­tinggalkannya berurutan, maka qadha harus dilaksanakan secara berurutan pula.

Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa pelaksanaan qadha puasa tidak harus dilakukan secara berurutan. Pendapat kedua ini lantaran tidak ada satu­pun dalil yang menyatakan qadha puasa harus berurutan.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 184 hanya disebutkan bahwa qadha puasa wajib dilaksanakan sebanyak jumlah hari yang telah ditinggalkan.

Pendapat kedua ini juga didukung oleh pernyataan dari sebuah hadits yang sharih jelas dan tegas. Rasulullah SAW bersabda:

قَضَاءُ رَمَضَانَ إنْ شَاءَ فَرَّقَ وَإنْ شَاءَ تَابَعَ

Artinya: “Qadha (puasa) Ramadhan itu, jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya terpisah. Dan jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya berurutan.” (HR. Daruquthni, dari Ibnu’ Umar)

Simak Video “Astronaut Arab Klaim Tak Wajib Puasa Ramadhan Saat di Luar Angkasa”
[Gambas:Video 20detik]

(urw/asm)

Scroll to Top