Suara ibu-ibu terdengar riuh saling bersahutan di halaman depan bangunan masjid di kompleks pergudangan di daerah Coburg, Melbourne. Aneka makanan dan jajanan dijajakan untuk menggalang dana bagi kegiatan Ramadan tahun ini.
“Banyak kegiatan Ramadan atau lazim disebut Tarhib yang dilaksanakan pihak Surau Kita,” ujar Novian Abu Bakar, takmir masjid tersebut, menjelaskan mengenai bazaar makanan pekan lalu.
Selain Surau Kita, ada dua center lainnya yang dikelola Indonesian Muslim Community of Victoria, yaitu Masjid Westall di daerah tenggara Melbourne dan Masjid Baitul Makmur di Laverton.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Semuanya telah mempersiapkan diri menyambut pelaksanaan kegiatan Ramadan.
“Tahun ini kami mengundang dua orang ustadz dari Indonesia, yaitu Mokhamad Yahya dan Gun Gun Syihabuddin. Mereka akan mengisi kegiatan ceramah keagamaan,” ujar Novian kepada Farid Ibrahim dari ABC Indonesia.
Takmir masjid Baitul Makmur, Andri Barliana, yang dihubungi secara terpisah menjelaskan pihaknya bahkan membentuk kepanitiaan khusus.
“Masjid ini berdiri 10 tahun lalu dan telah mengantongi izin sebagai tempat ibadah sehingga banyak kegiatan Ramadan yang bisa kami lakukan,” jelasnya.
Andri menyebutkan selain tarawih dan ceramah agama, pihaknya juga akan menggelar kegiatan lomba azan,kuliah tujuh menit (kultum) dan menghafal Al-Quran bagi kalangan generasi muda.
Masjid Baitul Makmur mulai tahun ini, kata Andri, mendatangkan imam tetap dari Indonesia, dengan menggunakan Religious Worker Visa, yang diseleksi dari beberapa kandidat.
Di Masjid Westall, menurut takmir Rosihan Anwar Pettarukka, kegiatan Ramadan diisi dengan buka puasa bersama komunitas Indonesia yang dilaksanakan setiap akhir pekan.
“Jadi acara buka bersama yang ramai pada akhir pekan direncanakan [dilakukan] delapan kali, dan ada 16 komunitas yang menyiapkan dan menyajikan konsumsi,” jelas Pettarukka.
Ia menyebut sebagai masjid Indonesia yang terbesar di Victoria, Masjid Westall selalu dipenuhi jemaah setiap kali menggelar kegiatan buka bersama.
“Jemaahnya bukan saja dari komunitas Indonesia tapi juga umat Islam lainnya dari berbagai negara,” katanya.
Menurut Pettarukka, penceramah dari Indonesia Dr Aep Saepulloh akan mengisi kegiatan keagamaan di Masjid Westall dan dua masjid lainnya secara bergiliran.
“Selain tarawih setiap malam, kami juga mengadakan berbagai lomba untuk anak-anak dan mahasiswa serta menggelar itikaf pada 10 malam terakhir bulan Ramadan,” katanya.
Sementara itu dua masjid yang dikelola Centre for Islamic Education and Da’wah (CIDE) di negara bagian New South Wales menyatakan telah mempersiapkan diri menyambut kedatangan umat Islam yang ingin menjalankan ibadah selama Ramadan.
“Salat tarawih malam pertama kita laksanakan pada Rabu (23/03) selepas salat Isya di Masjid Al Hijra di daerah Tempe dan di CIDE Academy di daerah Mount Druitt,” ujar Elvo Satria dari CIDE NSW.
Sholat Tarawih Malam 1 Ramadan 1444H di Masjid Al Hijrah, katanya, dijadwalkan dihadiri oleh Konsul Jenderal Republik Indonesia di Sydney sekaligus bersilaturahim dengan warga dan para ustadz yang didatangkan dari Indonesia.
Elvo menjelaskan, tahun ini CIDE mendatangkan Dr KH Agus Setiawan, Ustadz Ahmad Susilo, Amirwan dan Ustadz Ilham untuk memimpin kegiatan ibadah Ramadan bagi warga Indonesia di Sydney dan sekitarnya.
Karena antusiasme umat Islam menyambut Ramadan tahun ini diperkirakan meningkat, maka kapasitas Masjid Al Hijrah yang hanya sekitar 120 orang, akan ditunjang oleh bangunan di bagian belakang.
“Rumah ini seukuran empat kamar tidur dan telah kami beli sehingga akan dipergunakan untuk menampung sebagian jamaah dan juga akan ditinggali oleh para ustadz yang datang dari Indonesia,” kata Elvo.
Daylight saving setelah hari ke-10
Bulan Ramadan tahun ini akan bertepatan dengan perubahan jam di wilayah Timur Australia yang dikenal dengan sebutan daylight saving.
Tepatnya pada 2 April 2023, penanda waktu dimundurkan 1 jam mulai Pukul 3 pagi, setelah sejak awal Oktober 2022 dimajukan 1 jam.
“Daylight saving berpengaruh pada pengaturan jadwal kegiatan Ramadan, karena pada sekitar 10 hari pertama, waktu berbuka sekitar Pukul 19:30 dan salat Isya sekitar Pukul 21: 00,” ujar Novian.
Namun setelah Daylight saving berakhir pada 2 April, waktu berbuka berubah menjadi sekitar Pukul 18:11 dan salat Isya sekitar Pukul 19:30.
Menurut Novian, pengaturan kegiatan Ramadan di Surau Kita dibagi menjadi 10 hari pertama, kedua dan ketiga, dan para jamaah telah diminta untuk menyesuaikan jadwalnya.
“Kita tidak ingin menimbulkan kebingungan di kalangan jamaah terutama mengenai jadwal salat tarawih,” katanya.
Penyesuaian jadwal ibadah terkait dengan daylight saving juga akan dilakukan di masjid-masjid lainnya.
Ikuti artikel menarik lainnya dari ABC Indonesia.