Jakarta –
Ketika seseorang tidak bisa melaksanakan puasa Ramadhan sebagaimana mestinya dengan sebab-sebab yang dibenarkan oleh syariah, maka ketentuannya adalah membayar fidyah atau membayar qadha puasa dan atau membayar keduanya.
Lalu kapan waktu untuk membayar qadha puasa? Harus dikerjakan tepat setelah Ramadhan berakhir atau boleh ditunda?
Ahmad Hilmi, Lc., MA dalam buku Mereka yang Boleh Tidak Puasa Ramadhan, menjelaskan ada beberapa alasan. Apa saja?
1. Ada Udzur Syar’i
Para ulama sepakat bolehnya menunda membayar utang puasa (qadha) bagi siapapun yang masih memiliki udzur. Seperti orang sakit, setelah Ramadhan penyakitnya belum kunjung sembuh juga sampai masuk Ramadhan berikutnya, maka yang seperti ini boleh menunda pembayaran qadhanya.
Bahkan penundaan ini berlaku sampai beberapa tahun ke depan dengan berulang-ulang berganti bulan Ramadhan.
Al-Khatib Asy-Syarbini As-Syafi’i mengatakan:
“Dalam perkara fidyah pada puasa wajib, siapapun orang yang tidak menjalankan puasa Ramadhan dan belum mampu mengqadhanya karena sakit yang berkepanjangan atau karena perjalanan yang tak kunjung pulang ke kampung halaman, akhirnya meninggal dunia, maka tidak ada kewajiban atasnya untuk mengqadha maupun membayar fidyah. Karena ini bukan kesengajaan untuk meremehkan, maka tidak berdosa.
2. Tidak Ada Udzur Syar’i
Secara umum, bagi yang tidak memiliki udzur syar’i seperti sakit dan safar, maka qadha puasa wajib dilakukan maksimal sebelum masuk Ramadhan berikutnya atau pada bulan Sya’ban. Kemudian para ulama berbeda pandangan tentang hukum dan konsekuensi menunda qadha puasa sampai masuk Ramadhan berikutnya bagi yang tidak memiliki udzur.
Jumhur ulama dari madzhab Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah didukung juga oleh pendapat dari sahabat Ibn Abbas, Abdullah ibn Umar, Abu Hurairah, Imam Mujahid, Imam ats-Tsauri, bahwa mereka yang menunda membayar qadha puasa sampai masuk Ramadhan berikutnya, dia wajib qadha dan membayar fidyah.
Melansir pada buku Puasa Ibadah Kaya Makna oleh DR. H. Miftah Faridl, puasa qadha adalah puasa utang yang wajib untuk dibayar. Seperti layaknya utang, jika sudah memiliki uang, sudah seharusnya utang tersebut langsung dibayar dengan tunai tanpa ditunda-tunda. Puasa qadha dilakukan oleh seseorang untuk mengganti puasa wajib yang tertinggal.
Waktu Menjalankan Puasa Qadha
Waktu untuk menjalankan puasa qadha sangatlah panjang. Yakni, antara bulan Syawal hingga datangnya bulan Ramadan berikutnya. Puasa Qadha alangkah baiknya untuk segera dilaksanakan. Baik itu bersamaan dalam waktu menjalankan puasa sunah atau memang niat menjalankan puasa qadha.
Apabila seorang muslim menunda-nunda untuk menjalankan puasa qadha, maka dikhawatirkan ia akan lupa jika memiliki utang puasa yang harus dibayar.
Orang yang Wajib untuk Melaksanakan Puasa Qadha
Sebagaimana yang dilansir pada Buku Pintar Puasa Wajib & Sunnah oleh Nur Solikhin, puasa qadha harus dijalankan jika ada hal-hal sebagai berikut:
1. Lupa berniat,
2. Sakit yang membahayakan,
3. Perempuan yang datang haid atau nifas,
4. Sengaja berbuka puasa dengan makan dan minum sebelum waktunya berbuka,
5. Jimak,
6. Ibu mengandung yang bimbang kesehatannya sendiri,
7. Orang yang bekerja sepanjang bulan Puasa,
8. Mengalami kelaparan dan dahaga yang membahayakan kesehatannya sendiri,
9. Orang yang bermusafir,
10. Murtad.
Masih dalam sumber yang sama yaitu Buku Pintar Puasa Wajib & Sunnah oleh Nur Solikhin, berikut ini adalah tata cara menjalankan puasa qadha:
1. Niat
Niat untuk menjalankan puasa qadha tidak berbeda jauh dengan puasa Ramadhan. Niat dijalankan antara waktu maghrib hingga sebelum subuh tiba. Perbedaan antara niat puasa Ramadan dengan puasa qadha ialah ada pada lafalnya.
Berikut ini adalah niat puasa qadha;
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an qadha’I fardhi syahri Ramadhana lillahi ta’ala.
Artinya: “Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.”
2. Mempercepat waktu qadha, yaitu dilakukan setelah Ramadan sampai akhir bulan Sya’ban.
3. Boleh mengganti puasa dengan cara berturut-turut atau secara terpisah.
Sesuai dengan hadis, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,
“Qadha puasa Ramadan itu jika ia berkehenda, maka boleh melakukan secara terpisah. Dan, jika ia berkehendak, maka ia boleh juga melakukan secara berurutan.” (HR. Daruquthni, dari Ibnu Umar)
Dari hadis tersebut, seseorang boleh memilih salah satunya untuk menjalanka puasa qadha secara berurutan atau tidak berurutan.
4. Barang siapa tidak mengganti puasanya hingga masuk bulan Ramadhan berikutnya, padahal ia mampu dan sempat, maka ia berdosa.
Haram hukumnya apabila seorang muslim menunda puasa Qadha tanpa alsan yang sah hingga datang puasa Ramadan berikutnya. Sebab, ia belum menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim. Namun, jika penundaan tersebut dikarenakan uzur, maka tidak lah berdosa.
5. Jika seseorang tidak mampu sama sekali untuk mengganti puasa, makai a tidak berdosa, dan hendaklah mengganti puasanya di hari yang lain.
6. Orang yang meninggal dunia dan belum sempat mengganti puasanya, padahal ia mampu, maka ahli warisnya wajib membayar tunggakan itu.
Pihak yang bertanggung jawab atas utang puasa orang tersebut ialah keluarganya. Tetapi, utang puasa Ramadan bagi orang yang meninggal dapat diganti dengan fidyah. Yaitu, member makan sebesar 0,6 kg bahan makanan pokok kepada orang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkannya. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,
“Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban puasa, maka dapat digantikan dengan memberi makan kepada seorang miskin pada hari yang ditinggalkannya.” (HR. Tirmidzi, dari Ibnu Umar)
Simak Video “Astronaut Arab Klaim Tak Wajib Puasa Ramadhan Saat di Luar Angkasa”
[Gambas:Video 20detik]
(lus/lus)