Denpasar –
Umat Hindu kembali merayakan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1945 pada 22 Maret 2023. Lantas, apa makna dan rangkaian Hari Raya Nyepi menurut tradisi Hindu di Bali?
Untuk diketahui, Nyepi juga diakui sebagai hari libur nasional. Tahun ini, pemerintah juga menetapkan cuti bersama Hari Suci Nyepi sehari setelah Nyepi atau pada 23 Maret 2023.
Nyepi diperingati setiap tahun. Berdasarkan perhitungan kalender Bali, Hari Raya Nyepi jatuh setiap penanggal apisan Sasih Kedasa atau sehari setelah Tilem Kesanga. Secara etimologis, kata Nyepi artinya sunyi. Nyepi dirayakan dengan keheningan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dilansir dari laman sumbar.kemenag.go.id, asal mula perayaan Nyepi tidak terlepas dari sejarah Kerajaan Mahapahit yang berkuasa pada abad ke-13 Masehi. Kalender tahun caka juga tercantum di dalam Kitab Negara Kartagama.
Setelah Bali ditaklukan oleh Kerajaan Majapahit, kalender tersebut juga diwariskan di Bali hingga saat ini. Pergantian tahun baru caka inilah yang kemudian disebut sebagai Hari Raya Nyepi.
Esensi perayaan tahun baru saka adalah untuk memohon kesucian lahir batin, baik bhuana agung (alam semesta) maupun bhuana alit (alam mikro), memelihara hubungan yang harmonis antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya.
Secara umum, Hari Raya Nyepi hanya dikenal sebagai perayaan satu hari saja. Meski begitu, Nyepi di Bali juga dirangkai dengan beberapa prosesi baik sebelum maupun sesudah Nyepi.
Berikut rangkaian Hari Raya Nyepi menurut tradisi Hindu di Bali:
1. Melasti
Umat Hindu menghaturkan sesajen saat upacara Melasti jelang Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944 di Pantai Padang Galak, Denpasar, Bali, Senin (28/2/2022). Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
|
Melasti berasal dari kata mala dan asti. Mala artinya kotoran dan asti artinya membuang atau melepaskan. Sehingga, melasti memiliki arti membuang dan melepaskan segala bentuk kotoran agar kembali suci secara lahir dan batin.
Prosesi melasti biasanya dilaksanakan tiga hari sebelum Nyepi. Pelaksanaannya dimulai dengan melakukan persembahyangan di Pura Kahyangan Tiga dan melakukan permohonan agar para dewa dan dewi berkenan disucikan ke laut atau sumber air suci untuk menghanyutkan kekotoran.
Menurut Ganetri (2021: 150), Lontar Sundarigama menjelaskan bahwa pada saat Tilem Kesanga, para dewata melakukan penyucian dengan mengambil air kehidupan di tengah samudra. Oleh karena itu, umat manusia melakukan persembahan di lautan atau pantai.
Air laut dalam hal ini juga sebagai simbolisasi Tirtha Amerta yang digunakan untuk melenyapkan kekotoran dan penderitaan. Upacara melasti merupakan sebuah momentum untuk mendekatkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi dengan segala manifestasinya bersama para leluhur yang telah disucikan.
2. Tawur Agung Kesanga
Sejumlah anak membawakan Tari Rejang Dewa dalam upacara Tawur Kesanga menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1940 di Pura Besakih, Karangasem, Bali, Jumat (16/3). Upacara untuk menyucikan alam tersebut dipusatkan di Pura terbesar di Bali itu dan digelar secara bersamaan juga di seluruh desa adat di Pulau Dewata. ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana/aww/18. Foto: ANTARAFoto
|
Setelah upacara melasti, rangkaian Nyepi dilanjutkan dengan upacara Tawur Agung Kesanga yang dilaksanakan sehari sebelum Hari Raya Nyepi. Tawur Kesanga tergolong sebagai bhuta yadnya.
Prosesi Tawur Agung Kesanga biasanya dilaksanakan dalam berbagai tingkatan seperti di rumah masing-masing, banjar, desa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi. Setiap tingkatan memiliki jenis banten/sesajen yang bebeda-beda.
Di tingkat desa, prosesi tawur kesanga biasanya digelar di catus pata atau perempatan masing-masing desa.
3. Ngerupuk
Umat Hindu di Bali menggelar pawai ogoh-ogoh. Salah satunya di Desa Adat Tuban, Kabupaten Badung, Bali. Foto: Aditya Mardiastuti
|
Setelah selesai Tawur Agung Kesanga, pada hari yang sama dilanjutkan dengan ngerupuk atau ngerupak. Ngerupuk dilaksanakan dengan berkeliling di halaman rumah dengan membawa obor dan memainkan bunyi-bunyian sembari menaburkan nasi tawur.
Belakangan, malam pengerupukan di Bali dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh keliling desa. Ogoh-Ogoh termasuk seni patung yang berasal dari kebudayaan masyarakat Bali yang menggambarkan kepribadian dari Bhuta Kala.
Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala adalah kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala). Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar, menakutkan, dan berwujud raksasa.
Proses pembuatan ogoh-ogoh biasanya dijadikan wadah kreativitas para pemuda di masing-masing banjar.
4. Nyepi
Pecalang atau petugas pengamanan desa adat di Bali memantau situasi jalan raya saat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944 di wilayah Desa Sumerta Kelod, Denpasar, Bali, Kamis (3/3/2022). Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
|
Sehari setelah Tawur Agung Kesanga dan ngerupuk, barulah umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi. Tidak seperti perayaan pada umumnya, Nyepi dirayakan dengan keheningan melalui tapa, brata, yoga, dan semadhi.
Menurut ajaran Hindu di Bali, terdapat empat pantangan yang diperhatikan saat Hari Raya Nyepi. Keempat pantangan itu disebut dengan Catur Brata Penyepian, antara lain:
– Amati Geni
Amati Geni berarti larangan untuk menyalakan api sepanjang hari, tidak memasak, tidak menyalakan lampu, yang uga berarti berpuasa dan tidak menikmati makanan atau minuman.
– Amati Karya
Amati Karya berarti larangan untuk bekerja fisik karena fokus untuk melaksanakan tapa, brata, yoga, dan semadhi.
– Amati Lelanguan
Amati Lelanguan berarti larangan untuk mencari hiburan karena pikiran harus dipusatkan untuk mengingat dan memikirkan Ida Sang Hyang Widhi dan melakukan introspeksi diri
– Amati Lalungan
Amati Lelungan berarti larangan untuk bepergian karena tidak diperbolehkan untuk pergi dari area tapa brata dilaksanakan.
Keempat brata tersebut dimulai pada saat matahari terbit (pukul 06.00) hingga matahari terbit pada keesokan harinya. D engan kata lain, keempat larangan itu dilaksanakan selama 24 jam penuh.
Momentum Nyepi dimanfaatkan untuk meningkatkan spiritualisme, terlepas dari ikatan duniawi, dan menyatu dengan Ida Sang Hyang Widhi. Dengan dijalankannya tapa, brata, yoga, dan semadhi, umat manusia dapat mendekatkan diri sejati (Sang Atma) dengan pencipta (Sang Paramatma).
5. Ngembak Geni
Sehari setelah Nyepi, umat Hindu di Bali melaksanakan prosesi Ngembak Geni. Ngembak Geni berarti melepaskan brata yang menandai selesainya tapa, brata, yoga, dan semadhi.
Saat Ngembak Geni, warga di Bali biasanya masimakrama atau bersilaturahmi dengan keluarga dan lingkungan terdekat. Hal ini dilakukan sebagai upaya mendamaikan diri berdasarkan agama Hindu atau yang biasa disebut dengan Dharma Shanti.
Setelah Ngembak Geni, maka berakhirlah rangkaian Hari Raya Nyepi.
Artikel ini ditulis oleh Ni Kadek Ratih Maheswari peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
Simak Video “Jelang Nyepi, Ribuan Umat Hindu Suku Tengger Gelar Upacara Melasti”
[Gambas:Video 20detik]
(iws/irb)