TEMPO.CO, Jakarta – Sebanyak 27 anggota keluarga kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 belum menerima kompensasi. Padahal, insiden tersebut terjadi hampir dua tahun lalu pada 9 Januari 2021. Hal ini disampaikan oleh Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Nur Isnin Istiartono.
“Ahli waris belum menerima ganti rugi sesuai PM (Peraturan Menteri) 77 Tahun 2011 sebanyak 27 orang,” kata Nur Isnin dalam Rapat Dengar Pendapat atau RDP dengan Komisi V DPR RI, Kamis, 3 November 2022.
Dalam rapat tersebut, Nur Isnin juga menyampaikan pihaknya telah memberi ganti rugi kepada 35 ahli waris dari total 62 korban senilai Rp 1,5 miliar, termasuk uang kerohiman dari Sriwijaya Air dan santunan Jasa Raharja. “Penyelesaian ganti rugi yang diterima ahli waris sebesar Rp 1,25 miliar ditambah dengan Rp 250 juta uang kerohiman dari Sriwijaya,” kata dia.
Baca: Satu Tahun Kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182 Maskapai Gelar Tabur Bunga
Kilas balik kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 pada Januari 2021 silam
Awal Januari 2021, pemberitaan Tanah Air diramaikan dengan kabar hilangnya pesawat maskapai Sriwijaya dengan kode penerbangan SJ 182. Pesawat rute Jakarta ke Pontianak, Kalimantan Barat itu hilang kontak usai lepas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Sebelum hilang, terakhir pesawat tercatat berada di sekitar Kepulauan Seribu, Jakarta. Burung besi dengan kode registrasi PK-CLC ini membawa 50 penumpang dan 12 kru pesawat.
Adapun kronologi hilangnya pesawat yaitu pada pukul 14.36 pesawat lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta. Keberangkatan ini terlambat 30 menit dari jadwal karena ada delay. Kemudian pada pukul 14.37, setelah melewati ketinggian 1.700 kaki, pesawat berkomunikasi dengan Jakarta Approach meminta izin menaikkan ketinggian terbang. Pesawat diizinkan naik ke ketinggian 29.000 kaki dengan mengikuti standard Instrument Departure (SID).
Pada pukul 14,38, ketinggian pesawat mencapai 5.975 kaki dan terbang ke arah 287 derajat. Pesawat mencapai ketinggian 9.175 kaki dan berbelok ke arah 9 derajat pada pukul 14.39. Kemudian pukul 14.40, Jakarta Approach melihat pesawat Sriwijaya Air tak mengarah me 075 derajat, melainkan ke barat laut. Pihak Air Traffic Controller (ATC) meminta pilot in command melaporkan arah pesawat. Namun dalam hitungan detik, pesawat hilang dari radar.
Situs web pemantau pergerakan pesawat, Flightstandar24.com, melaporkan SJ-182 mencapai ketinggian 10.900 kaki dengan kecepatan 512 kaki per menit atau FPM. Namun, pada detik kedelapan pukul 14.40 ketinggian pesawat anjlok ke 10.725 kaki dengan kecepatan menukik 30,7 ribu FPM. Pesawat bergerak miring 30 derajat ke arah kiri. Pada pukul 14.40.16, pesawat tercatat berada di ketinggian 8.125 kaki dengan kecepatan 4,544 FPM. Pesawat kian mengarah ke kiri.
Pada detik 20 pukul 14.40 pesawat terus menukik ke bawah di ketinggian 5.400 kaki, kecepatannya naik drastis menjadi 22,9 ribu FPM sambil berubah heading arah kanan. Tujuh detik kemudian, Flightstandar24.com mencatat posisi pesawat terakhir di ketinggian 250 kaki dengan heading sekitar 93 derajat ke arah timur. Pemerintah menyatakan pesawat jatuh di perairan antara Pulau Lancang dan Pulau Laki. Dengan radius 1,5-2 mil dengan kedalaman maksimal 20-23 meter.
“Pada pukul 14.40 WIB dari Jakarta melihat Sriwijaya tidak ke arah 075 derajat melainkan ke barat laut… tidak lama kemudian dalam hitungan second, target Sriwijaya 182 hilang dari radar,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Penyebab kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182
Terbaru, berdasarkan hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT akhirnya ditemukan penyebab terjadinya kecelakaan penerbangan SJ 182. Proses investigasi ini dipimpin oleh KNKT dan dilaksanakan sesuai ketentuan Internasional Civil Aviation Organization (ICAO). Investigasi juga melibatkan negara pembuat pesawat Boeing, Amerika Serikat, serta Transport Safety Investigation Bureau Singapura, Air Accident Investigation Branch Inggris, hingga pabrik mesin General Electric.
Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo mengatakan timnya meyakini adanya gangguan pada sistem mekanikal pesawat Boeing 737-500 dengan registrasi PK-CLC itu. Dari Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voice Recorder (CVR) yang sudah diunduh datanya, pada saat pesawat naik terjadi perubahan mode auto pilot. Sebelumnya menggunakan komputer, kemudian berpindah menggunakan mode kontrol panel, terang Nurcahyo dalam RDP bersama Komisi V DPR RI di Jakarta, Kamis, 3 November 2022.
Setelah melakukan pemeriksaan terhadap tujuh komponen pesawat, tim investigasi memastikan terdapat gangguan mekanikal pada pesawat. Bukan pada sistem komputer. Nurcahyo menjelaskan, dalam operasi normal, auto-throttle akan menggerakkan kedua thrust lever mundur untuk mengurangi tenaga mesin. Sementara pada SJ 128, auto-throttle tidak dapat menggerakkan thrust lever kanan. Menjelang ketinggian 11.000 kaki, tenaga mesin semakin berkurang lantaran thrust lever kanan tidak bergerak.
Akibatnya terjadi asimetri atau perbedaan tenaga mesin sebelah kanan dan kiri. Asimetri inilah yang menyebabkan Sriwijaya Air SJ 182 berbelok ke arah kiri, karena gaya yang membelokkan ke kanan oleh aileron dan flight spoiler tidak berfungsi.
Nurcahyo menilai kurangnya monitoring pada instrumen dan posisi kemudi yang miring, sehingga Cruise Thrust Split Monitor (CTSM) terlambat memutus auto-throttle pada saat asimetri karena flight spoiler memberikan nilai yang lebih rendah berakibat pada asimetri yang semakin besar. “Pemulihan ini tidak bisa dilaksanakan secara efektif dan tepat waktu,” kata dia.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga: Hasil Investigasi KNKT Terdapat 3 Urutan Penyebab Kecelakaan Pesawat Sriwijaya SJ 182
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.